weebly.com - Sebagai orang Jawa Tengah tentunya mengetahui lagu daerah Jawa Tengah yang sangat populer di telinga masyarakat Jawa Tengah. Setiap lagu diciptakan tentunya memiliki tujuan dan makna, mulai dari lagu untuk masyarakat, anak-anak, hingga bertujuan untuk menyebarkan ajaran-ajaran. Saat masih kanak-kanak pasti di sekolah kamu pernah mempelajari musik atau lagu-lagu daerah, seperti yang paling populer Gundul Gundul Pacul, Gambang Suling, Suwe Ora Jamu dan masih banyak lagi. Dibalik lagu-lagu yang kamu kenal ini tentunya memiliki makna dibaliknya, berikut ini lagu Jawa Tengah dan maknanya.
Lagu Daerah Jawa Tengah Dan Maknanya Yang Perlu Diketahui 1. Suwe Ora Jamu “Suwe ora jamu, jamu godhong telo, suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe gelo” begitu isi lirik dari lagu yang satu ini, kamu pun pasti pernah mendengar lagu yang satu ini bukan? Suwe Ora Jamu merupakan lagu daerah Jawa yang diciptakan oleh seorang komposer karawitan, R.C. Hardjosubroto, lagu ini juga terbilang sangat populer, khususnya di kalangan masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bahkan saking populernya lagu yang satu ini sampai dijadikan nama sebuah kafe dan bar di daerah jalan Petogogan. Lagu ini sendiri memiliki arti “Lama tak minum jamu, jamu daun ketela, lama tidak bertemu, sekalinya bertemu membuat kecewa”. 2. Gundul-Gundul Pacul Lagu daerah Jawa Tengah selanjutnya yang sangat populer yaitu Gundul-Gundul Pacul, lagu anak-anak ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Jawa. Ada dua sumber mengenai siapa yang sebenarnya menciptakan lagu ini, antara R.C Haardjosubroto atau Sunan Kalijaga di abad 15, walaupun tergolong lagu anak-anak ternyata lagu ini memiliki makna yang cukup filosofis. Secara filosofis, Gundul-Gundul Pacul ini membicarakan soal kehormatan, kepemimpinan dan tanggung jawab, Gundul sendiri adalah kepala plontos tanpa rambut, kepala melambangkan kehormatan, sedangkan rambut merupakan lambing mahkota dan keindahan kepala. Dalam lagu ini, kata Gundul sendiri memiliki makna sebuah kehormatan tanpa mahkota, sedangkan pacul atau cangkul sendiri merupakan alat pertanian yang melambangkan rakyat kecil yang kebanyakan petani. Masyarakat Jawa mengatakan kalau Pacul adalah papat kang ucul yang artinya empat yang lepas, dengan pengertian bahwa penghormatan seseorang sangat bergantung pada bagaimana orang tersebut menggunakan empat indera yaitu hidung, telinga, mulut, dan mata. 3. Ilir-Ilir Lagu Lir-Ilir ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada wal abad 16, pada masa runtuhnya Kerajaan Majapahit dan masuk Islam-nya pada adipati Kadipaten di Majapahit, terutama di daerah pesisir Pulau Jawa. Tembang ini dikenal sebagai tembang dolanan atau lagu daerah Jawa, lirik dalam lagu ini menggunakan kata perumpamaan dan memiliki makna yang dalam dan multitafsir, hal ini mencerminkan dalamnya ilmu Sunan Kalijaga dalam mendakwahkan agama Islam, lagu ini dibuat untuk mengajak masyarakat Jawa untuk memeluk, mengimani, dan mengamalkan agama Islam secara perlahan tanpa membenturkan tradisi yang sudah berkembang. Cara Sunan Kalijaga ini tentunya mengikuti cara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam mendakwah agama Islam, yaitu bil hikmah wa mau’idzatil hasanah. 4. Gambang Suling Lagu daerah Jawa Tengah selanjutnya yaitu Gambang Suling, lagu daerah Jawa Tengah ini diciptakan oleh Ki Narto Sabdo sebagai ungkapan kekagumannya dengan alat musik seruling yang menghasilkan suara yang indah. Ki Narto Sabdo yang memiliki nama asli Soenarto sendiri merupakan putra dari seorang pengrajin sarung keris beranam Partinoyo, beliau sendiri merupakan seorang seniman musik dan dalam wayang kulit legendaris dari Jawa Tengah, lagu ini dijadikan sebagai sumber referensi oleh dalang-dalang generasi berikutnya. 5. Cublak-Cublak Suweng Cublak-cublak Suweng merupakan sebuah lagu yang dinyanyikan dalam sebuah permainan tradisional bernama Cublak-Cublak Suweng, permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak kecil pedesaan atau perkampungan di daerah Jawa, khususnya di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Permainan ini biasanya dimainkan oleh 4 hingga 12 anak, diawali dengan hompimpa atau gambreng yang bertujuan untuk menentukan siapa yang berperan menjadi Pak Empo, Pak Empo ini kemudian berbaring tengkurap di tengah, sedangkan anak-anak yang lainnya duduk melingkarinya. Kemudian anak-anak yang melingkari tersebut harus membuka telapak tangan mereka menghadap ke atas dan diletakkan di atas panggung, kemudian salah satu dari anak tersebut menggenggam sebuah biji atau kerikil yang dipindahkan dari tangan satu ke tangan yang lainnya sambil menyanyikan lagu yang satu ini. Comments are closed.
|